Jumat, 20 April 2012

SISI LAIN "HABIS GELAP TERBITLAH TERANG"

Buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" yg selama ini kita kenal sebagai kumpulan surat2 RA. Kartini, sebenarnya masih misterius alias diragukan keasliannya. Diduga naskahnya hasil rekayasa J.H Abendanon yg menjabat Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan pada Pemerintahan Hindia Belanda. Tujuannya adalah politik utk mengambil hati bangsa Indonesia. Selain itu, ada misi terselubung karena JH. Abendanon adalah seorang orientalis. Penting diketahui bahwa sampai saat ini NASKAH ASLI SURAT2 RA. KARTINI TIDAK DITEMUKAN. Keturunan JH. Abendanon pun tidak diketahui kebeadaannya.
Hal lain yg PENTING DICERMATI, selama ini kita menganggap buku yg diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap MENUJU CAHAYA” lalu digubah oleh Armijn Pane menjadi "Habis Gelap Terbitlah Terang"... adalah EMANSIPASI WANITA. BENARKAH?
Ada FAKTA YANG TIDAK DIJELASKAN dalam buku tersebut, yaitu perjalanan spiritual RA Kartini saat bertemu Kyai Sholeh bin Umar dari Darat atau dikenal Kyai Sholeh Darat. Namun Alhamdullilah, Ibu Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat, tergerak menuliskan kisah ini.
Takdir mempertemukan Kartini dengan Kyai Sholel Darat. Pertemuan terjadi dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Kemudian ketika berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak, RA Kartini menyempatkan diri mengikuti pengajian yang diberikan oleh Mbah Sholeh Darat. Saat itu beliau sedang mengajarkan tafsir Surat al-Fatihah. RA Kartini menjadi amat tertarik dengan Mbah Sholeh Darat.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun. Sepanjang pengajian, Kartini seakan tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Ini bisa dipahami karena selama ini Kartini hanya tahu membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu. Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Sang paman tak bisa mengelak, karena Kartini merengek-rengek seperti anak kecil. Berikut dialog Kartini-Kyai Sholeh.
“Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Kartini membuka dialog.
Kyai Sholeh tertegun, tapi tak lama. “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kyai Sholeh balik bertanya.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini.
Kyai Sholeh tertegun. Sang guru seolah tak punya kata untuk menyela. Kartini melanjutkan; “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Dialog berhenti sampai di situ.  Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali subhanallah. Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.
Lalu darimana inspirasi Habis Gelap Terbitlah Terang
Dalam pertemuan itu RA Kartini meminta agar Qur’an diterjemahkan karena menurutnya  tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya. Tetapi pada waktu itu penjajah Belanda secara resmi melarang orang menerjemahkan al-Qur’an.  Kyai Sholeh Darat melanggar larangan ini, Beliau menerjemahkan Qur’an dengan ditulis dalam huruf “arab gundul” (pegon) sehingga tak dicurigai penjajah.
Kitab tafsir dan terjemahan Qur’an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada R.A. Kartini pada saat dia menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang.  Kartini amat menyukai hadiah itu dan mengatakan:
Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya.  Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari  ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna tersiratnya,  sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa  yang saya pahami.”
Inilah dasar dari “Habis gelap terbitlah terang” yang sesungguhnya, bukan soal feminisme, emansipasi wanita.
Melalui terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya yaitu: "Orang-orang beriman dibimbing Alloh dari gelap menuju cahaya" (Q.S. al-Baqoroh: 257).
Dalam banyak suratnya kepada Abendanon,  Kartini banyak mengulang kata “Dari gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: “DoorDuisternis Toot Licht.” Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan surat-menyuratnya. 
Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah Al Fatihah sampai Surat Ibrahim. Kartini mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan Kitab Faidhur-Rohman ini tidak selesai karena Mbah Kyai Sholeh Darat telah wafat.
Berikut surat Kartini kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, ia menulis; 
Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai.
Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis;
Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah.
Sumber informasi :  Metro-TV (20 Mei 2008) dan sarkub.com (16/4/2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar