Sabtu, 09 Oktober 2010

FILOSOFI PENSIL


“Setiap orang membuat kesalahan. Itulah sebabnya, pada setiap pensil ada penghapusnya” (Pepatah Jepang).
Kali ini saya ingin menceritakan kepada Anda sebuah kisah penuh hikmah dari sebatang pensil. Dikisahkan, sebuah pensil akan segera dibungkus dan dijual ke pasar. Oleh pembuatnya, pensil itu dinasihati mengenai tugas yang akan diembannya. Maka, beberapa wejangan pun diberikan kepada si pensil. Inilah yang dikatakan oleh si pembuat pensil tersebut kepada pensilnya.
“Wahai pensil, tugasmu yang pertama dan utama adalah membantu orang sehingga memudahkan mereka menulis. Kamu boleh melakukan fungsi apa pun, tapi tugas utamamu adalah sebagai alat penulis. Kalau kamu gagal berfungsi sebagai alat tulis. Macet, rusak, maka tugas utamamu gagal.”
“Kedua, agar dirimu bisa berfungsi dengan sempurna, kamu akan mengalami proses penajaman. Memang meyakitkan, tapi itulah yang akan membuat dirimu menjadi berguna dan berfungsi optimal”.
“Ketiga, yang penting bukanlah yang ada di luar dirimu. Yang penting, yang utama dan yang paling berguna adalah yang ada di dalam dirimu. Itulah yang membuat dirimu berharga dan berguna bagi manusia”.
“Keempat, kamu tidak bisa berfungsi sendirian. Agar bisa berguna dan bermanfaat, maka kamu harus membiarkan dirimu bekerja sama dengan manusia yang menggunakanmu”.
“Kelima. Di saat-saat terakhir, apa yang telah engkau hasilkan itulah yang menunjukkan seberapa hebatnya dirimu yang sesungguhnya. Bukanlah pensil utuh yang dianggap berhasil, melainkan pensil-pensil yang telah membantu menghasilkan karya terbaik, yang berfungsi hingga potongan terpendek.
Itulah yang sebenarnya paling mencapai tujuanmu dibuat”.
Sejak itulah, pensil-pensil itu pun masuk ke dalam kotaknya, dibungkus, dikemas, dan dijual ke pasar bagi para manusia yang membutuhkannya. Pembaca, pensil-pensil ini pun mengingatkan kita mengenai tujuan dan misi kita berada di dunia ini. Saya pun percaya bahwa bukanlah tanpa sebab kita berada dan diciptakan ataupun dilahirkan di dunia ini.
Yang jelas, ada sebuah purpose dalam diri kita yang perlu untuk digenapi dan diselesaikan. Sama seperti pensil itu, begitu pulalah diri kita yang berada di dunia ini. Apa pun profesinya, saya yakin kesadaran kita mengenai tujuan dan panggilan hidup kita, akan membuat hidup kita menjadi semakin bermakna.
Tidak mengherankan jika Victor Frankl yang memopulerkan Logoterapi, yang dia sendiri pernah disiksa oleh Nazi, mengemukakan “tujuan hidup yang jelas, membuat orang punya harapan serta tidak mengakhiri hidupnya”. Itulah sebabnya, tak mengherankan jika dikatakan bahwa salah satu penyebab terbesar dari angka bunuh diri adalah kehilangan arah ataupun tujuan hidup. Maka, dari filosofi pensil di atas kita belajar mengenai lima hal penting dalam kehidupan.
Pertama, hidup harus punya tujuan yang pasti. Apapun kerja, profesi atau pun peran yang kita mainkan di dunia ini, kita harus berdaya guna. Jika tidak, maka sia-sialah tujuan diri kita diciptakan. Celakanya, kita lahir tanpa sebuah instruksi ataupun buku manual yang menjelaskan untuk apakah kita hadir di dunia ini. Pencarian akan tujuan dan panggilan kita, menjadi tema penting selama kita hidup di dunia. Yang jelas, kehidupan kita dimaknakan untuk menjadi berguna dan bermanfaat serta positif bagi orang-orang di sekitar kita, minimal untuk orang-orang terdekat. Jika tidak demikian, maka kita useless. Tidak ada gunanya. Sama seperti sebatang pensil yang tidak bisa dipakai menulis, maka ia tidaklah berguna sama sekali.
Kedua, akan terjadi proses penajaman sehingga kita bisa berguna optimal, oleh karena itulah, sering terjadi kesulitan, hambatan ataupun tantangan. Semuanya berguna dan bermanfaat sehingga kita selalu belajar darinya untuk menjadi lebih baik. Ingat kembali soal Lee Iacocca, salah satu eksekutif yang justru menjadi besar dan terkenal, setelah dia didepak keluar dari mobil Ford. Pengalaman itu justru menjadi pemacu semangat baginya untuk berhasil di Chrysler. Ingat pula, Donald Trump yang sempat diguncang masalah finansial dan nyaris bangkrut. Namun, kebangkrutannya itulah yang justru menjadi pelajaran dan motivasi baginya untuk sukses lebih langgeng. Kadang penajaman itu ’sakit’. Namun, itulah yang justru akan memberikan kesempatan kita mengeluarkan yang terbaik.
Ketiga, bagian internal diri kitalah yang akan berperan. Saya sering menyaksikan banyak artis, ataupun bintang film yang terkenal, justru yang hebat bukanlah karena mereka paling cantik ataupun paling tampan. Tetapi, kemampuan dalam diri mereka, filosofi serta semangat merekalah yang membuat mereka menjadi luar biasa. Demikian pula pada diri kita. Pada akhirnya, apa yang ada di dalam diri kita seperti karakter, kemampuan, bakat, motivasi, semangat, pola pikir itulah yang akan lebih berdampak daripada tampilan luar diri kita.
Keempat, pensil pun mengajarkan agar bisa berfungsi sempurna kita harus belajar bekerja sama dengan orang lain. Bayangkanlah seorang aktor atau aktris yang tidak mau diatur sutradaranya. Bayangkan seorang anak buah yang tidak mau diatur atasannya. Ataupun seorang service provider yang tidak mau diatur oleh pelanggannya. Mereka semua tidak akan berfungsi sempurna. Agar berhasil, kadang kita harus belajar dari pensil untuk ‘tunduk’ dan membiarkan diri kita berubah menjadi alat yang sempurna dengan belajar dan mendengar dari ahlinya. Itulah sebabnya, kemampuan untuk belajar bekerja sama
dengan orang lain, mendengarkan orang lain, belajar dari ‘guru’ yang lebih tahu adalah sesuatu yang membuat kita menjadi lebih baik.
Terakhir, pensil pun mengajarkan kita meninggalkan warisan yang berharga melalui karya-karya yang kita tinggalkan. Tugas kita bukan kembali dalam kondisi utuh dan sempurna, melainkan menjadikan diri kita berarti dan berharga. Itulah filosofi ‘memberi dan melayani’ yang diajarkan oleh Tuhan kita. Itulah sebabnya Ibu Teresa dari Calcutta ataupun Albert Schweitzer yang melayani di Afrika lebih mengumpamakan diri mereka seperti sebatang pensil yang dipakai oleh Tuhan. Yang penting, hingga pada akhir kehidupan kita ada karya ataupun
hasil berharga yang mampu kita tinggalkan. Tentu saja tidak perlu yang heboh dan spektakuler.
Sumber: Filosofi Pensil oleh Anthony Dio Martin

CINTA SANG GADIS KECIL

Kisah berikut ini sangat layak dibaca dan menjadi renungan untuk kita. Kejadian sederhana yang menunjukan bakti anak mampu menyadarkan kebencian ibu kandung terhadap dirinya. Disarikan dari buku kumpulan kisah “Surga Di Depan Mata” karya Ustadz Naufal bin Muhammad Al-‘Aidarus.

Ada seorang ibu muda yang mempunyai gadis kecil berusia satu setengah tahun. Mereka tinggal bertiga bersama mama dari ibu tersebut. Ibu muda ini sangat membenci puteri semata wayangnya itu. Bukan karena ia nakal, tetapi karena gadis kecil itu berparas sama dengan mantan suaminya, ayah dari gadis itu. Ketika ia mengandung gadis kecil tersebut, suaminya pergi meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. Sehingga kebenciannya makin bertambah ketika paras puterinya menyerupai mantan suaminya.

Ibu muda ini melampiaskan kebenciannya pada anaknya. Diberi makan seadanya dan sehari-hari lebih banyak diurus neneknya. Gadis kecil itu pun seakan mengerti, tidak pernah merengek dan bermanja-manja seperti layaknya anak-anak terhadap ibunya.

Suatu sore sang ibu ingin berbelanja di pasar swalayan dan pada saat yang sama sang nenek tidak ada di rumah. Karena tidak ada yang menjaga, maka dengan sangat jengkel dan terpaksa ia mengajak puterinya. Dengan menggunakan sepeda motor, ia membonceng puterinya yang ditempatkan di belakangnya. Ia tidak peduli bagaimana kesemalatan gadis kecilnya. Ia hanya berpesan, “Pegangan yang erat. Kalau tidak, nanti mama pukul.”

Beberapa menit kemudian sampailah mereka ke pasar swalayan. Si ibu menuju area parkir dan meninggalkan gadis kecilnya di tempat duduk sepeda motor, tepatnya di jok bagian belakang. Ia hanya berpesan :

“Kamu harus duduk di sini saja, mama mau beli sesuatu. Kamu jangan ke mana-mana!”

Dengan wajah ketakutan karena lingkungannya yang tidak ramah, apalagi mendengar suara ibunya yang keras, gadis itu hanya mengangguk pelan. Sang ibu berjalan masuk ke dalam pasar swalayan tanpa memikirkan bagaimana keadaan anaknya di parkiran. Tanpa ia sadari kalau beberapa saat kemudian terjadi hujan deras.

Setelah memenuhi keperluannya, sang ibu keluar gedung. Dengan menggunakan jaket menutupi kepala dan bergegas menuju are parkir. Di sana ia melihat anaknya tidur memeluk jok sepeda motor yang diterpa hujan. Melihat anaknya seperti itu, ia marah dan memaki anaknya.

“Mama tadi kan sudah bilang, kamu harus duduk diam di sini, di jok belakang ini. Tapi kamu kok malah tidur di jok ini. Dasar anak tidak tahu diri!”

Sambil menangis, dengan suara yang lemah dan bergetar menggigil kedinginan, sang gadis kecil berkata kepada ibunya :

“Mama … aku takut tempat duduk mama basah kena hujan. Aku tidur di atasnya supaya mama pulang tidak kebasahan.”

Ucapan lugu sang gadis kecilnya seperti petir menyambar dirinya. Sikap kasar dan tidak punya belas kasih selama ini seakan runtuh seketika. Air matanya pun berderai, lalu mendekap erat gadis kecilnya. Dalam hati ia berkata, “Walau aku membenci bahkan menghardik anak ini, ternyata tidak tersimpan dendam dalam hatinya.” Sang ibu pun menyesali perbuatannya selama ini. Sejak saat itu ia memberikan kasih sayang kepada gadis kecilnya seperti layaknya perhatian seorang ibu kepada anaknya. ***

Kebencian selama satu setengah tahun terhadap anak kecilnya sendiri, bukan hal yang sederhana. Namun justru keluguan sang anak, sikap tanpa pamrih sang anak yang mengantarkan sang ibu menuju titik balik pada kasih sayang yang semestinya. Karena memang sang anak tidak layak menanggung alamat kebencian ibunya.

Maka berbahagialah siapapun kita, anak-anak yang merelakan hati untuk memahami sikap orang tua. Kadang kala kita menganggap orang tua egois hanya karena keinginan mereka tidak sejalan dengan alam pikiran kita. Padahal bisa jadi kitalah anak yang egois karena tidak berusaha memahami keinginan orang tua. Namun sikap terbaik untuk menunjukkan kasih sayang tanpa pamrih apapun, terbukti telah mengubah segalanya menjadi ni’mat. Apapun yang dilakukan orang tua pasti untuk kebahagiaan anak, tapi belum tentu yang dilakukan anak untuk kebahagiaan orang tua.

Semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah tersebut. Amiin.

Sabtu, 25 September 2010

Ungkapan Maaf Lewat Pita Kuning

Kisah berikut ini pernah dimuat surat kabar New York Post, pada tahun 1971. Sebuah kisah yang awalnya sederhana namun akhirnya penuh makna. Penting anda baca untuk menambah koleksi khasanah hikmah yang bisa dipetik.

Kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita cantik dan baik, Sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam-malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.

Suatu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu naik bis kota besar untuk menuju kehidupan yang baru. Bersama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, narkotik. Dia menikmati semuanya.

Waktu berganti, bulan dan tahun pun berlalu. Bisnisnya mulai mengalami kegagalan dan dia merasakan kekurangan uang. Dia terlibat dalam perbuatan kriminal, yaitu menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya datang waktu naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara. Dalam proses pengadilan dia diganjar hukuman tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istri dan keluarganya. Akhirnya dia memutuskan menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya.

Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat. Oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis :

“Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun jika engkau masih ada perasaan sayang padaku, maukah kau nyatakan?” Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji, aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku.”

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya?

Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, “Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan… kita mesti lihat apa yang akan terjadi…”

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.

Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya…

Dia tidak melihat sehelai pita kuning…

Tidak ada sehelai pita kuning….

Tidak ada sehelai……

Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning….bergantungan di pohon beringin itu. Ooh…seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning…!!!!!!!!!!!!

Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu berjudul : “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree”. Dan ketika album ini dirilis pada bulan Februari 1973, langsung menjadi hits nomor satu pada bulan April 1973.

Inilah syair lagu yang diangkat dari kisah nyata tersebut :

I’m coming home
I’ve done my time And I have to know what is or isn’t mine
If you received my letter telling you I’d soon be free
Then you’d know just what to do
If you still want me
If you still want me
Oh tie a yellow ribbon
‘Round the old oak tree It’s been three long years
Do you still want me If I don’t see a yellow ribbon ‘Round the old oak tree
I’ll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me If I don’t see a yellow ribbon ‘Round the old oak tree
Bus driver please look for me ‘Cause I couldn’t bare to see what I might see
I’m really still in prison And my love she holds the key
A simple yellow ribbon’s all I need to set me free
I wrote and told her please
Oh tie a yellow ribbon ‘Round the old oak tree It’s been three long years
Do you still want me If I don’t see a yellow ribbon ‘Round the old oak tree
I’ll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me If I don’t see a yellow ribbon ‘Round the old oak tree
Now the whole damn bus is cheering And I can’t believe
I see A hundred yellow ribbons ‘Round the old, the old oak tree
Tie a ribbon ’round the old oak tree…

CLIP VIDEO Tie a Yellow Ribbon Round The Old Oak Tree

IMPIAN US$ 100.000.000 JIM CARREY


Anda pasti mengenal actor unik JIM CARREY. Aktor ini memiliki keuletan berjuang yang sangat layak ditiru. Berawal dari IMPIAN besarnya memiliki uang US$ 100.000.000. Padahal penting diketahui, bahwa saat itu dia tidak memiliki pekerjaan yang layak untuk mendapatkan uang sedemikian besarnya.

Tapi apa yang dilakukan JIM CARREY. Yang bisa ia lakukan adalah VISUALISASI IMPIAN dengan selembar cek kosong. Di Cek itu ia menulis dengan jelas angka US$ 100.000.000. Langkah penting untuk mewujudkannya, JIM CARREY memiliki impian menjadi actor dengan bayaran besar seperti angka di cek yang ditulisnya sendiri.

Setiap saat ia selalu melihat cek tersebut. Terutama ketika ia mengalami berbagai kegagalan dalam audisi casting. Dia tetap meyakinkan diri bahwa cek itu pasti ia wujudkan. Sambil menunjuk cek tersebut ia mengatakan, “SAYA PASTI BISA MEMILIKI INI…..!!!”. JIM CARREY tidak pernah merasa kalah, bahkan semakin sering mengalami kegagalan, ia ditolak di setiap audisi, ia membiasa dengan keadaan itu sampai mentalnya pun makin kuat bagai baja. Semakin ke depan, ia menganggap bahwa impiannya semakin dekat.

Perjuangannya akhirnya membuahkan hasil yang fantastis. Ia diterima menjadi pemeran utama dalam film komedi yang berjudul “THE MASK”. Film ini melambungkan nama dan karier JIM CARREY sebagai actor handal. Untuk perannya di film tersebut, ia menerima pembayaran uang sejumlah US$ 100.000.000, sebuah angka fantastis dan sama seperti angka yang pernah ia visualisasikan di cek kosong.

Apa yang dilakukan JIM CARREY adalah jamak dilakukan oleh orang-orang sukses. Mereka telah melihat apa yang akan mereka capai lewat gambaran (visualisasi) impiannya. Gambar itulah yang menjadi objek AFIRMASI, menanamkan keyakinan yang luar biasa, merasakan bahwa impian tersebut benar-benar telah dicapai. Sugesti yang tertanam dalam sadar dan bawah sadar adalah hal yang diimpikan. Mereka tetap bersemangat walaupun yang dialami adalah kegagalan. Tidak menjadikan kegagalan sebagai alasan yang memudarkan impian, tapi menjadikan kegagalan sebagai anak tangga menuju sukses. Kegagalan yang dialami menjadi “cerita indah” dalam sejarah hidup mencapai sukses.

Maka, jika ingin sukses seperti mereka, kita harus berani melakukan proses seperti mereka. ORANG SUKSES MEMILIKI IMPIAN.

ORANG SUKSES MENGGAMBARKAN IMPIANNYA.

ORANG SUKSES SIAP MELEWATI KEGAGALAN.

ORANG SUKSES TETAP BERSEMANGAT WALAUPUN MENGHADAPI KEGAGALAN.

ORANG SUKSES TIDAK PEDULI APAPUN KATA ORANG LAIN, KECUALI UNTUK MENDUKUNG IMPIANNYA.

“To accomplish great things, we must not only act, but also dream.”

Untuk pencapaian besar, aksi saja tidak cukup, tapi butuh impian

(Anatole France)

“Every great dream begins with a dreamer”

Setiap impian yang hebat bermula dari pemimpi.

(Harriet Tubman)

Senin, 06 September 2010

DALAM HIDUP SELALU ADA PILIHAN



Sering kita mendengar istilah “Hidup itu pilihan”. Saya katakan, “HIDUP BUKAN PILIHAN” namun “DALAM HIDUP SELALU ADA PILIHAN”. Karena kita tidak pernah bisa memilih sejarah kehidupan kita berawal dari mana, lahir dari rahim siapa, dilahirkan di mana. Namun berikutnya sejarah akan mencatat apa pilihan-pilihan dalam hidup kita. Memilih menjadi orang biasa ataukan luar biasa. Memilih menjadi pemenang, ataukan menjadi pecundang. Memilih menjadi penolong ataukah beban orang lain. Memilih kaya prestasi ataukah miskin prestasi. Memilih hidup untuk kemuliaan ataukah kenistaan. Memilih jalan menuju sorga ataukah merintis jalan tol menuju neraka. Itu semua adalah pilihan SETELAH KITA MENGETAHUI BAHWA KITA HIDUP.
Ketika hidup kita berawal dari kebodohan, kemiskinan dan tidak mengenal Tuhan, maka kita bisa mencari pembenaran dengan cara menyalahkan ORANG TUA. Tapi ketika mengakhiri kehidupan dalam keadaan bodoh, miskin dan awam nilai agama, maka itu adalah mutlak KESALAH-PILIHAN KITA.
Maka ketika kita menghadapi pilihan di setiap detiknya, sejatinya itulah pilihan paling benar dan dipastikan bahwa PILIHAN TERSEBUT AKAN MENJADI SATU LANGKAH MENGUKUHKAN JALAN PRESTASI BESAR KITA. Sebagai insan yang ber-Tauhid, kita juga mengimani bahwa pilihan yang terbaik adalah memiliki kesesuaian dengan standar yang ditetapkan Tuhan, dalam Kitab Suci dan tuntunan Rasul-Nya.
Dengan demikian, pilihan tidak diukur dengan perasaan SUKA – TIDAK SUKA, UNTUNG - RUGI, MUDAH – SUSAH dan sebagainya. Karena jika hanya menggunakan ukuran tersebut, nilai kepuasan (kompensasi) hanya ada di nafsu. Setiap pilihan yang hanya menggunakan standar nafsu, selalu menjadi jalan tol menuju kehinaan. Sejarah telah mencatat, berapa banyak anak bangsa bahkan pemimpin besar dunia bisa “terjun bebas” karena hal yang sepele, yaitu hanya pilihan “suka”. Bukan karena pilihan “Benar”.
Jika kita memilih menanam PADI, kita juga harus berani melihat fakta, bahwa di sekitar padi akan tumbuh ILALANG. Tapi jika kita memilih menanam ILALANG, jangan pernah bermimpi bahwa di sekitar ilalang akan tumbuh PADI. Artinya, memilih YANG BENAR akan ada tantangan dan masalah, tapi ada harapan memetik HASIL DARI KEBENARAN YANG DIPILIH. Sedangkan memilih YANG SALAH—walaupun awalnya mungkin disukai—pada akhirnya berbuah pahit. Tidak ada hikmah yang bisa dipetik dari pilihan yang salah, kecuali DIKETAHUI UNTUK DIHINDARI.
Maka sejatinya kita bisa MENENTUKAN PILIHAN-PILIHAN TERBAIK, karena itulah awal dari upaya mengukuhkan nilai sejarah besar anda. Tidak terlalu penting seberapa besar masalah yang harus dihadapi serta nilai hasil dari pilihan kita. Namun yang pasti bahwa ujung dari pilihan terbaik adalah hasil terbaik pula, apapun keadaannya.
Sebagian orang mengatakan, bahwa tidak berjuang atau tidak melakukan apapun—itu juga termasuk pilihan. Memang benar bahwa hal tersebut termasuk pilihan. Namun pertanyaannya, apa yang bisa dicapai dengan pilihan “tidak berjuang?” Tidak ada! Dan pilihan tersebut juga menjadikan hidup “tidak lagi penting”. Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang bijak.
Dua hal penutup catatan ini :
1. Tidak ada masalah besar kecuali berawal dari kumpulan hal-hal kecil yang diabaikan. Sekecil apapun pilihan salah yang disengaja, berpotensi besar menghalangi setiap orang dalam meraih prestasi besar. Sementara hidup ini sangat berharga, sehingga sangat tidak bijak jika dipermainkan.
2. Tidak ada pencapaian besar kecuali tersusun dari pilihan-pilihan kecil yang teratur. Sebuah papan puzzle akan sempurna dari keteraturan pilihan penempatan setiap bagiannya. Demikian pula, perjalanan panjang seribu mil pasti dimulai dari satu langkah kecil. Atau kumpulan tanah, kerikil dan batu yang tersusun hingga membentuk pegunungan. Maka dengan memilih yang benar walaupun nilainya kecil, tanpa disadari akan bertemu pencapaian besar. ***