Sabtu, 09 Oktober 2010

CINTA SANG GADIS KECIL

Kisah berikut ini sangat layak dibaca dan menjadi renungan untuk kita. Kejadian sederhana yang menunjukan bakti anak mampu menyadarkan kebencian ibu kandung terhadap dirinya. Disarikan dari buku kumpulan kisah “Surga Di Depan Mata” karya Ustadz Naufal bin Muhammad Al-‘Aidarus.

Ada seorang ibu muda yang mempunyai gadis kecil berusia satu setengah tahun. Mereka tinggal bertiga bersama mama dari ibu tersebut. Ibu muda ini sangat membenci puteri semata wayangnya itu. Bukan karena ia nakal, tetapi karena gadis kecil itu berparas sama dengan mantan suaminya, ayah dari gadis itu. Ketika ia mengandung gadis kecil tersebut, suaminya pergi meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain. Sehingga kebenciannya makin bertambah ketika paras puterinya menyerupai mantan suaminya.

Ibu muda ini melampiaskan kebenciannya pada anaknya. Diberi makan seadanya dan sehari-hari lebih banyak diurus neneknya. Gadis kecil itu pun seakan mengerti, tidak pernah merengek dan bermanja-manja seperti layaknya anak-anak terhadap ibunya.

Suatu sore sang ibu ingin berbelanja di pasar swalayan dan pada saat yang sama sang nenek tidak ada di rumah. Karena tidak ada yang menjaga, maka dengan sangat jengkel dan terpaksa ia mengajak puterinya. Dengan menggunakan sepeda motor, ia membonceng puterinya yang ditempatkan di belakangnya. Ia tidak peduli bagaimana kesemalatan gadis kecilnya. Ia hanya berpesan, “Pegangan yang erat. Kalau tidak, nanti mama pukul.”

Beberapa menit kemudian sampailah mereka ke pasar swalayan. Si ibu menuju area parkir dan meninggalkan gadis kecilnya di tempat duduk sepeda motor, tepatnya di jok bagian belakang. Ia hanya berpesan :

“Kamu harus duduk di sini saja, mama mau beli sesuatu. Kamu jangan ke mana-mana!”

Dengan wajah ketakutan karena lingkungannya yang tidak ramah, apalagi mendengar suara ibunya yang keras, gadis itu hanya mengangguk pelan. Sang ibu berjalan masuk ke dalam pasar swalayan tanpa memikirkan bagaimana keadaan anaknya di parkiran. Tanpa ia sadari kalau beberapa saat kemudian terjadi hujan deras.

Setelah memenuhi keperluannya, sang ibu keluar gedung. Dengan menggunakan jaket menutupi kepala dan bergegas menuju are parkir. Di sana ia melihat anaknya tidur memeluk jok sepeda motor yang diterpa hujan. Melihat anaknya seperti itu, ia marah dan memaki anaknya.

“Mama tadi kan sudah bilang, kamu harus duduk diam di sini, di jok belakang ini. Tapi kamu kok malah tidur di jok ini. Dasar anak tidak tahu diri!”

Sambil menangis, dengan suara yang lemah dan bergetar menggigil kedinginan, sang gadis kecil berkata kepada ibunya :

“Mama … aku takut tempat duduk mama basah kena hujan. Aku tidur di atasnya supaya mama pulang tidak kebasahan.”

Ucapan lugu sang gadis kecilnya seperti petir menyambar dirinya. Sikap kasar dan tidak punya belas kasih selama ini seakan runtuh seketika. Air matanya pun berderai, lalu mendekap erat gadis kecilnya. Dalam hati ia berkata, “Walau aku membenci bahkan menghardik anak ini, ternyata tidak tersimpan dendam dalam hatinya.” Sang ibu pun menyesali perbuatannya selama ini. Sejak saat itu ia memberikan kasih sayang kepada gadis kecilnya seperti layaknya perhatian seorang ibu kepada anaknya. ***

Kebencian selama satu setengah tahun terhadap anak kecilnya sendiri, bukan hal yang sederhana. Namun justru keluguan sang anak, sikap tanpa pamrih sang anak yang mengantarkan sang ibu menuju titik balik pada kasih sayang yang semestinya. Karena memang sang anak tidak layak menanggung alamat kebencian ibunya.

Maka berbahagialah siapapun kita, anak-anak yang merelakan hati untuk memahami sikap orang tua. Kadang kala kita menganggap orang tua egois hanya karena keinginan mereka tidak sejalan dengan alam pikiran kita. Padahal bisa jadi kitalah anak yang egois karena tidak berusaha memahami keinginan orang tua. Namun sikap terbaik untuk menunjukkan kasih sayang tanpa pamrih apapun, terbukti telah mengubah segalanya menjadi ni’mat. Apapun yang dilakukan orang tua pasti untuk kebahagiaan anak, tapi belum tentu yang dilakukan anak untuk kebahagiaan orang tua.

Semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah tersebut. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar